Sabtu, 02 November 2013

Karena Ukuran Kita tidak sama

Oleh Salim A. Fillah       
"seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya
    memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti
    memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan
    kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi"

Seorang lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang. Siang itu, mentari seakan didekatkan hingga sejengkal. Pasir membara, ranting-ranting menyala dalam tiupan angin yang keras dan panas. Dan lelaki itu masih berlari-lari. Lelaki itu menutupi wajah dari pasir yang beterbangan dengan surbannya, mengejar dan menggiring seekor anak unta.

Di padang gembalaan tak jauh darinya, berdiri sebuah dangau pribadi berjendela. Sang pemilik, ’Utsman ibn ‘Affan, sedang beristirahat sambil melantun Al Quran, dengan menyanding air sejuk dan buah-buahan. Ketika melihat lelaki nan berlari-lari itu dan mengenalnya,

“Masya Allah” ’Utsman berseru, ”Bukankah itu Amirul Mukminin?!”

Ya, lelaki tinggi besar itu adalah ‘Umar ibn Al Khaththab.

”Ya Amirul Mukminin!” teriak ‘Utsman sekuat tenaga dari pintu dangaunya,

“Apa yang kau lakukan tengah angin ganas ini? Masuklah kemari!”

Dinding dangau di samping Utsman berderak keras diterpa angin yang deras.


kisah inspirasi
”Seekor unta zakat terpisah dari kawanannya. Aku takut Allah akan menanyakannya padaku. Aku akan menangkapnya. Masuklah hai ‘Utsman!” ’Umar berteriak dari kejauhan. Suaranya bersiponggang menggema memenuhi lembah dan bukit di sekalian padang.

“Masuklah kemari!” seru ‘Utsman,“Akan kusuruh pembantuku menangkapnya untukmu!”.

”Tidak!”, balas ‘Umar, “Masuklah ‘Utsman! Masuklah!”

“Demi Allah, hai Amirul Mukminin, kemarilah, Insya Allah unta itu akan kita dapatkan kembali.“

“Tidak, ini tanggung jawabku. Masuklah engkau hai ‘Utsman, anginnya makin keras, badai pasirnya mengganas!”

Angin makin kencang membawa butiran pasir membara. ‘Utsman pun masuk dan menutup pintu dangaunya. Dia bersandar dibaliknya & bergumam,

”Demi Allah, benarlah Dia & RasulNya. Engkau memang bagai Musa. Seorang yang kuat lagi terpercaya.”

‘Umar memang bukan ‘Utsman. Pun juga sebaliknya. Mereka berbeda, dan masing-masing menjadi unik dengan watak khas yang dimiliki.

‘Umar, jagoan yang biasa bergulat di Ukazh, tumbuh di tengah bani Makhzum nan keras & bani Adi nan jantan, kini memimpin kaum mukminin. Sifat-sifat itu –keras, jantan, tegas, tanggungjawab & ringan tangan turun gelanggang – dibawa ‘Umar, menjadi ciri khas kepemimpinannya.

‘Utsman, lelaki pemalu, anak tersayang kabilahnya, datang dari keluarga bani ‘Umayyah yang kaya raya dan terbiasa hidup nyaman sentausa. ’Umar tahu itu. Maka tak dimintanya ‘Utsman ikut turun ke sengatan mentari bersamanya mengejar unta zakat yang melarikan diri. Tidak. Itu bukan kebiasaan ‘Utsman. Rasa malulah yang menjadi akhlaq cantiknya. Kehalusan budi perhiasannya. Kedermawanan yang jadi jiwanya. Andai ‘Utsman jadi menyuruh sahayanya mengejar unta zakat itu; sang budak pasti dibebaskan karena Allah & dibekalinya bertimbun dinar.

Itulah ‘Umar. Dan inilah ‘Utsman. Mereka berbeda.

Bagaimanapun, Anas ibn Malik bersaksi bahwa ‘Utsman berusaha keras meneladani sebagian perilaku mulia ‘Umar sejauh jangkauan dirinya. Hidup sederhana ketika menjabat sebagai Khalifah misalnya.

“Suatu hari aku melihat ‘Utsman berkhutbah di mimbar Nabi ShallaLlaahu ‘Alaihi wa Sallam di Masjid Nabawi,” kata Anas . “Aku menghitung tambalan di surban dan jubah ‘Utsman”, lanjut Anas, “Dan kutemukan tak kurang dari tiga puluh dua jahitan.”

Dalam Dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adalah; jangan mengukur orang dengan baju kita sendiri, atau baju milik tokoh lain lagi.

Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat tulus pada saudara yang sedang diberi amanah memimpin umat. Tetapi jangan membebani dengan cara membandingkan dia terus-menerus kepada ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat pada saudara yang tengah diamanahi kekayaan. Tetapi jangan membebaninya dengan cara menyebut-nyebut selalu kisah berinfaqnya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat saudara yang dianugerahi ilmu. Tapi jangan membuatnya merasa berat dengan menuntutnya agar menjadi Zaid ibn Tsabit yang menguasai bahawa Ibrani dalam empat belas hari.

Sungguh tidak bijak menuntut seseorang untuk menjadi orang lain di zaman yang sama, apalagi menggugatnya agar tepat seperti tokoh lain pada masa yang berbeda. ‘Ali ibn Abi Thalib yang pernah diperlakukan begitu, punya jawaban yang telak dan lucu.

“Dulu di zaman khalifah Abu Bakar dan ‘Umar” kata lelaki kepada ‘Ali, “Keadaannya begitu tentram, damai dan penuh berkah. Mengapa di masa kekhalifahanmu, hai Amirul Mukminin, keadaanya begini kacau dan rusak?”

“Sebab,” kata ‘Ali sambil tersenyum, “Pada zaman Abu Bakar dan ‘Umar, rakyatnya seperti aku.
Adapun di zamanku ini, rakyatnya seperti kamu!”

Dalam dekapan ukhuwah, segala kecemerlangan generasi Salaf memang ada untuk kita teladani. Tetapi caranya bukan menuntut orang lain berperilaku seperti halnya Abu Bakar, ‘Umar, “Utsman atau ‘Ali.

Sebagaimana Nabi tidak meminta Sa’d ibn Abi Waqqash melakukan peran Abu Bakar, fahamilah dalam-dalam tiap pribadi. Selebihnya jadikanlah diri kita sebagai orang paling berhak meneladani mereka. Tuntutlah diri untuk berperilaku sebagaimana para salafush shalih dan sesudah itu tak perlu sakit hati jika kawan-kawan lain tak mengikuti.

Sebab teladan yang masih menuntut sesama untuk juga menjadi teladan, akan kehilangan makna keteladanan itu sendiri. Maka jadilah kita teladan yang sunyi dalam dekapan ukhuwah.

Ialah teladan yang memahami bahwa masing-masing hati memiliki kecenderungannya, masing-masing badan memiliki pakaiannya dan masing-masing kaki mempunyai sepatunya. Teladan yang tak bersyarat dan sunyi akan membawa damai. Dalam damai pula keteladannya akan menjadi ikutan sepanjang masa.

Selanjutnya, kita harus belajar untuk menerima bahwa sudut pandang orang lain adalah juga sudut pandang yang absah. Sebagai sesama mukmin, perbedaan dalam hal-hal bukan asasi
tak lagi terpisah sebagai “haq” dan “bathil”. Istilah yang tepat adalah “shawab” dan “khatha”.

Tempaan pengalaman yang tak serupa akan membuatnya lebih berlainan lagi antara satu dengan yang lain.

Seyakin-yakinnya kita dengan apa yang kita pahami, itu tidak seharusnya membuat kita terbutakan dari kebenaran yang lebih bercahaya.

Imam Asy Syafi’i pernah menyatakan hal ini dengan indah. “Pendapatku ini benar,” ujar beliau,”Tetapi mungkin mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, namun bisa jadi mengandung kebenaran.”

sepenuh cinta,
Salim A. Fillah

Sabtu, 19 Oktober 2013

Hadirmu



Dear,,,
Kau hadir Membawa harapan baru buatku..
Karna kamu Hariku penuh warna..
Hadirmu Buang jauh rasa kesepianku..
Karna kamu Aku bisa bangkit dari keterpurukan..
Kehadirmu Menumbuhkan cinta yang telah lama mati..
Karna kamu Ciptakan asa indah dalam angan dan mimpiku..
Rasa ini semakin dalam,,
Semakin sayang,,
Semakin cinta,,
Semakin takut kehilangan…
NaMun ada ragu dalam hati,,
Hingga akhirnya memutuskan untuk berpisah,,
Tapi rasa ini tidak pernah sirna hingga detik ini..

Tiba dihari aku mengetahui  dirimu dengannya,,
Melawan hatiku,, sakitnya menusuk hatiku,,
Pantes gak sih aku marah,,
Pantes gak sih aku bete,,
Pantes gak sih aku cemburu,,
Pantes gak sih aku sedih,,
Kalo kenyataan’nya kau sudah bisa melupakanku dan kenangan ,,
Sedangkan aku tidak pernah  bisa melupakan mu,,

Kini ku coba untuk bertahan
Terlihat bahagia dihadapanmu
Aku mencoba mengerti tentang hati ini yang tak bisa memilikimu
Aku pendam rasa ini sedalam hatimu melupakan diriku
Dan berharap kau tak pernah mengetahui isi hatiku
Perih hati ini melihat dirimu dengannya

Senyum bahagia di bibirku
Bukan di hatiku,, bukan di hatiku,,
Ku teteskan air mata,, untuk buatmu Bahagia..
Ku buat sebuah luka,, agar kau tertawa..
Ku pejamkan mata,, agar kau dapat melihat Dunia..
Ku beri 1′ hati,, agar kau Abadi..
Agar kau bahagia dengannya...

Sabtu, 21 September 2013

Gogreen with POP!Hotel di Bandung

Ceritanya saya baru pulang dari bandung kmren tanggal 16 september 2013, jadi sebenarnya ke bandung itu mendadak, karena ada panggilan dari bos besar untuk meeting tahunan. Jadilah saya dan partner kerja bersama 2 bos saya terbang ke bandung, kami berangkat selepas sholat subuh kesana, naik taksi dengan muka bantal, maklum insomnia kambuh jadi kurang tidur, sampai disana udh ada bos yg nunggu setelah kami datang langsung boarding dan gak lama kami langsung masuk ke pesawat. Sampai di bandung kurang lebih jam 8 pagi sebelum menuju kantor di bandung kami menyempatkan untuk sarapan di excelso bandara. Sambil menunggu sarapan datang kami masih ttp mengerjakan kerjaan rutin kami yaitu pelimpahan ke PLN, sambil membahas laporan keuangan yang akan kita laporkan ke pusat nnti, setelah semuanya selesai kita meluncur ke kantor menggunakan taxi, sesampainya disana kita disambut oleh karyawan pusat sambil kenalan satu persatu, tempatnya cukup luas dibandingkan dengan kantor surabaya, maklum ya namanya juga kantor pusat jadi gak mungkin lebih kecil dari kantor cabang ya. Hahaha

Setelah urusan kami selsai kami langsung ke hotel, kami menginap di POP Hotel, Penampilan gedungnya semarak banget bikin semangat liatnya dengan warna-warna vibran yang mencolok. Lebih mirip TK daripada hotel sih, tapi lucu. Staff front desk nya muda-muda dan pakaiannya casual, t-shirt, celana pendek, sneakers. Setelah kita selesai reservasi dan sebagainya kita langsung menuju ke kamar hotel, tempat ini unik baget gak bikin bosen, untuk kamarnya sendiri ruangannya cukup kecil tapi desainnya sangat menarik yah menurutku karena di POP Hotel ini mengusung konsep Ecogreen karena isu pemansan global dan gaya hidup kita yang  kurang ramah terhadap lingkungan yang mengakibatkan mendorong banyak pihak termasuk hotel untuk beralih ke konsep hijau dan POP!Hotel sudah merealisasikan. Horee


Oke kita kembali ke desain kamar ya, jadi setiap kamar hotel dilengkapi fasilitas ecogreen untuk menghemat pemakaian air dan listrik. Semuanya serba nempel di tembok, mejanya nempel di tembok, kursinya nempel di tembok, tivinya nempel di tembok. Tidak ada lemari, cuman rak kecil dan gantungan baju yang (pastinya) nempel di tembok. Tidak ada kulkas, dan pemanas air. Kamar mandinya keren, model kapal selam dari stainless steel gitu, tapi menurutku buat sebagian orang yang ukuran tubuhnya agak besar susah untul bergerak di dalem situ karena sempit karena saya pribadi yang bertubuh kecil kurang leluasa jika di dalam kamar mandinya. Untuk pelayanan dan kebersihan sih menurutku cukup bagus ya, dan yang paling penting itu harganya sangat terjangkau lo. Oya POP!Hotel ini sudah buka cabang di berbagai daerah lo jadi sangat mudah untuk menemukannya.  Jadi POP!Hotel ini bisa dijadikan referensi penginapan jika kita sedang berada di Luar kota. 





Malamnya karena kita gak ada kegiatan jadi kita pergi ke lotte mart, kebetulan hotel kami dekat dengan lottemart jadi kami berdua menghabiskan waktu jalan-jalan dan nongkrong disana. sayangnya meskipun kita dua hari dibandung gak sempet mengunjungi tempat wisata karena bos kami yang kesiangan jadi kami langsung balik ke surabaya siang itu juga. insyallah next time saya akan kembali ke bandung bukan untuk urusan pekerjaan tapi untuk berlibur tentunya saya akan kembali ke bandung bersama pasangan halal, insyallah :)