AKUNTANSI SYARI’AH
PENGERTIAN AKUNTANSI SYARIAH
Akuntansi Syariah:
Adalah suatu kegiatan identifikasi,
klasifikasi, dan pelaporan dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi
berdasarkan prinsip akad-akad syariah yaitu:
1.
Tidak
mengandung Zhulum (kezaliman)
2.
Tidak terdapat Riba
3.
Tidak mengandung unsur Maysir (judi)
4.
Tidak ada Gharar (penipuan)
5.
Tidak Mengandung barang yang haram dan membahayakan
Dasar Hukum Akuntansi Syari’ah
Dasar
hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma
(kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan ‘Uruf
(adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah
Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah
Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan
norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi
sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Terdapat
3 prinsip dasar yang universal dalam operasional akuntansi syariah yaitu:
1.
Prinsip Pertanggungjawaban (Accountability)
Pertanggungjawaban selalu berkaitan dg konsep amanah. Bagi kaum muslim,
persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan sang khalik mulai
dari alam kandungan. Manusia dibebani amanah oleh Allah untuk menjalankan
fungsi kekhalifahannya.
Implikasi dalam bisnis dan akuntansi
adalah: Bahwa individu yang terlibat
dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah
diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terikat.
Wujud pertanggungjawaban biasanya dalam bentuk “Laporan Akuntansi”
2. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan dalam melakukan transaksi tidak saja merupakan nilai
yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga mrp
nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia.
Dalam konteks akuntansi, secara
sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan perusahaan
dicatat dengan benar (tidak ada window dressing dalam praktik akuntansi
perusahaan)
3. Prinsip Kebenaran
Prinsip kebenaran tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan.
Contoh: dalam akuntansi kita akan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan,
pengukuran, dan pelaporan. Aktivitas ini dapat dilakukan dengan baik apabila
dilandaskan pada nilai kebenaran.
Kebenaran akan dapat menciptakan
keadilan dalam mengakui, mengukur & melaporkan transaksi-transaksi ekonomi
Perbedaan antara Akuntansi
Syari’ah dan Akuntansi Konvensional
Komponen
|
Syariah
|
Conventional
|
1.
Laporan Keuangan
|
1.
Neraca
2.
Laporan Laba Rugi
3.
Laporan Aliran Kas
4.
Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
5.
Laporan Sumber Dana dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq,
& Shadaqoh
6.
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan
(Pinjaman Tanpa Imbalan)
|
Dapat ditambah:
*) Laporan
Perubahan Modal
|
2.
Keuntungan bagi Pemilik Modal
|
Bagi Hasil
1.
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil
dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung/rugi
2.
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan jumlah
untung yang diperoleh
|
Bunga
1.
Penentuan bunga dibuat pada saat akad dengan asumsi
harus selalu untung
2. Besarnya prosentase berdasarkan jumlah uang/modal
yang dipinjamkan
|
3.
Macam-Macam akad
|
1.
akad jual-beli
§ al murabahah
2.
akad bagi hasil
§ al musyarakah
§ al mudharabah
3.
akad sewa
§ ijaroh mutlaq
§ ijaroh muntahiyah
bitamlik
|
1.
akadnya adalah kredit / pinjam uang
|
4.
Risiko Usaha
|
dihadapi bersama antara bank dengan
nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran
|
risiko
bank tidak terkait langsung dengan debitur, dan sebaliknya
|
5.
Sistem pengawasan
|
Adanya Dewan Pengawas Syariah untuk memastikan operasional
bank tidak menyimpang dari syariah disamping tuntutan moralitas
pengelola bank dan nasabah sesuai dengan akhlakul karimah
|
Aspek
moralitas seringkali terlanggar karena tidak adanya nilai-nilai religius yang
mendasari operasional
|
Perbedaan Akuntansi Syari’ah dengan Akuntansi Konvensional
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah,
dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada
hal-hal sebagai berikut:
a. Para ahli akuntansi modern berbeda
pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok,
dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum
ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan
nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi
kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang
kontinuitas;
b. Modal dalam konsep akuntansi konvensional
terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang
beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok
dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock),
selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
c. Dalam konsep Islam, mata uang seperti
emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari
segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan
nilai atau harga, atau sebagai sumber harga atau nilai;
d.
Konsep konvensional
mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian
dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan
konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau
harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan
untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
e.
Konsep konvensional menerapkan
prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga
uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba
dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan
yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang
haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat
yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak
boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
f.
Konsep konvensional menerapkan
prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep
Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan
pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan
tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak
boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah
memiliki persamaan, terutama dalam : Sisi teknis penerimaan uang,
mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum
memperoleh pembiayaan, dan sebagainya.
Persamaan Akuntansi
Syari’ah dengan Akuntansi Konvensional
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan
Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
a. Prinsip
pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
b. Prinsip
penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan
keuangan;
c. Prinsip
pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
d. Prinsip
kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
e. Prinsip
perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost
(biaya);
f. Prinsip
kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
g. Prinsip
keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Gagasan dan wacana filosofis teoritis akuntansi
syariah telah banyak dihasilkan, namun belum ada bentuk konkrit akutansi
syariah dalam bentuk teknologi, yaitu laporan keuangan syari'ah. Laporan
keuangan syariah saat ini masih melakukan `fotokopi akutansi konvensional' dan
melakukn `tip-ex sana-sini' dan kemudian `menempel tulisan yang bernuansa
syari'ah.
Tetapi laporan keuangan syariah yang memang
diturunkan dari nilai-nilai Islam (Islamic Values) dan sesuai dengan
tujuan syari'ah (maqasid syari'ah) belum ada. Shari'ate Value Added Statement (laporan Nilai Tambah syari'ah), yaitu
laporan kinerja keuangan pengganti Income Statement (laporan laba-rugi),
melalui rekonstruksi Value added statement (laporan nilai tambah) menjadi
Shari'ate Value Added Statement.
Penggantian laporan laba-rugi menjadi laporan
nilai tambah syari'ah adalah kebutuhan yang sangat mendesak bagi dunia
pencatatan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan perusahaan-perusahaan
islam.
Laporan nilai tambah Syari'ah adalah bentuk
pertanggungjawaban keuangan perusahaan Islami yang idealnya untuk memberikan
nilai tambah (value added) dan tazkiyah (pensucian).
Pemberian nilai tambah yaitu berupa peningkatan
kesejahteraan bagi pemilik, manajemen dan pemegang saham di satu sisi.
Sekaligus nilai tambah kesejahteraan bagi pemilik, manajemen dan pemegang saham
disatu sisi. Sekaligus nilai tambah kesejahteraan harusnya dilakukan pula pada
karyawan, buruh supplier, masyarakat sekitar perusahaan, pemerintah, dan
lingkungan serta yang paling utama adalah tugas perwujudan nilai tazkiyah
(pensucian) lap keuangan sbg bentuk pertanggungjawaban perusahaan (kumpulan
komunitas yang berbentuk org) kpd Allah Azza wa Jalla.